Potensi ternak sapi menjadi potensi
keuntungan untuk mensupport usaha pertanian dengan bahan baku
pupuk organik yang melimpah yang berasal dari kotoran/feses, tetapi nyatanya
potensi ini belum dimanfaatkan dengan maksimal. Untuk meningkatkan keahlian peternak
dan petani dalam pengolahan limbah, maka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Balitbangtan NTT memberikan “Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengolahan Limbah Kotoran Sapi menjadi
Kompos dan Teknologi Penggemukan Sapi Potong mendukung kegiatan pengkajian
manajemen pemeliharaan ternak secara terpadu di desa Camplong II, kecamatan
Fatuleu, kabupaten Kupang” (6/12/19). Bimtek ini
dihadiri kelompok ternak Tunas Muda, PPL, dan Tim BPTP NTT.
Kepala BPTP NTT, Dr. Procula R. Matitaputty, S.Pt,
M.Si dalam sambutannya menjelaskan bahwa melihat kondisi lahan tanah batu di
desa ini begitu berat tantangan yang dihadapi, maka diperlukan semangat petani
peternak untuk mengubah tanah batu menghasilkan tanaman jagung untuk konsumsi dan
lamtoro sebagai pakan ternak, kemudian ternak menghasilkan kotoran yang dapat
diolah menjadi pupuk kompos. Pengalaman dari kelompok ternak Tunas Muda dalam
menanam jagung menggunakan pola gali lubang yaitu, mengolah tanah dengan
membuat lubang ukuran 40 x 40 cm kemudian mengisinya dengan pupuk kandang dan
menutup dengan tanah, pola tanam tersebut dapat menghasilkan jagung dengan
kualitas baik.
Peneliti BPTP NTT, Ir. Debora Kana Hau, M.Si memaparkan tentang cara
penggemukan sapi potong dengan Lamtoro Taramba, keuntungan lamtoro taramba antara lain: sebagai pakan
ternak berkualitas dengan kandungan protein 24-26%, dapat tumbuh pada kondisi
tanah batu, benih dapat
dijual seharga
Rp 50.000/kg sehingga menambah pendapatan petani peternak. Setelah Bimtek
selesai, dilanjutkan dengan praktek pembuatan pupuk kompos dipandu Penyuluh dan
Peneliti dari BPTP NTT (Ir. Medo Kotte, M.Si, Agustina Hewe, S.St, Yanuar Achadri,
M.Sc). Tahapan pengolahan diawali
dengan menyiapkan bahan-bahan utamanya antara lain: kotoran ternak sapi, limbah
(jerami padi, jerami jagung), biocas ditambahkan gula pasir yang bertujuan untuk
proses fermentasi, lalu
diaduk-aduk dan tahap terakhir ditutup terpal. Proses pengomposan membutuhkan waktu
sekitar 30 hari. Selama waktu ini, dapat mengaduk-aduk bahannya 3 hari sekali
untuk membantu proses aerasi.
Dengan adanya bimtek dan pelatihan ini, diharapkan
petani mampu membuat pupuk kompos
sendiri
untuk mengatasi tanah batu di
wilayah desa Camplong II dan juga mampu menularkan ilmu organik ini di
sekitaran wilayah petani itu sendiri.
(Yanuar Achadri)
Comments
Post a Comment